BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki
masa reformasi dalam tahapan Pemerintahan Negara Republik Indonesia, telah
terjadi banyak perubahan mendasar dalam tata pemerintahan daerah. Perubahan mendasar dalam masa reformasi
adalah diberlakukannya sistem otonomi
daerah, dimana setiap daerah yang dibentuk mempunyai kebebasan untuk mengatur
dan mengurus daerahnya sendiri.
Perubahan ini, dalam prosesnya tidak hanya mempengaruhi aspek
pemerintahan saja, namun selanjutnya cukup memberikan dampak kebebasan pada
masyarakat yang ada di wilayah Desa Sangiang Kecamatan Wera Kabupaten Bima.
Kecamatan
Wera Kabupaten Bima merupakan bagian wilayah yang merupakan asset pendapatan ikan
kedua terbesar dalam skala Kabupaten Bima, memiliki potensi sumber daya ikan
yang melimpah dan memberikan peluang yang sangat besar untuk dimanfaatkan
secara ekonomis bagi masyarakat yang ada.
Potensi sumberdaya ikan ini terlihat dari data keberagaman hasil
tangkapan yang diperoleh oleh nelayan yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Bima,
antara lain: ikan pelagis besar dan kecil, ikan
demersal, dan ikan karang (DKP Kabupaten Bima, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian
Perikanan Laut (2007), dalam Dokumen Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan
Perikanan (DKP Kabupaten Bima, 2008), potensi sumber daya ikan yang terdapat di perairan Kecamatan Wera cukup
besar. Potensi lestari ikan pelagis
diperkirakan 21.590 ton/tahun, dan ikan demersal sebesar 15.005
ton/tahun.Potensi ini merupakan salah satu aset pemerintah daerah yang dapat
memberikan manfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat setempat, dan
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bima. Sebagaimana sebuah
aset penting, potensi sumberdaya ikan yang ada perlu untuk selalu dijaga
keberadaannya.
Oleh
sebab itu kegiatan penangkapan ikan harus memiliki beberapa pengaturan dan
pembatasan agar tidak menghancurkan sumberdaya yang ada. Penggunaan bom dalam penangkapan ikan adalah
merupakan salah satu cara penangkapan yang sangat merusak dan juga ilegal di
seluruh Indonesia.
Bom
dikemas menggunakan bubuk dalam wadah tertentu dan dipasangi sumbu untuk
kemudian dinyalakan dan dilemparkan ke dalam air. Bom akan meledak dan memberikan guncangan
fatal di sepanjang perairan, yang dapat membunuh hampir semua biota laut yang
ada di sekitarnya. Nelayan hanya
mengumpulkan ikan konsumsi yang berharga, tetapi banyak ikan dan hewan laut
lainnya ditinggalkan dalam keadaan mati di antara pecahan karang yang mungkin
tidak dapat pulih kembali (Erdmann, 2004).
Menurut
Mukhtar (2007), penggunaan bahan peledak seperti bom dapat memusnahkan biota
dan merusak lingkungan. Penggunaannya di
sekitar terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di
sekitar lokasi ledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan
merupakan sasaran penangkapan.
Keberlanjutan
dari sumberdaya ini juga mungkin tidak dapat dinikmati oleh generasi
selanjutnya atau setidaknya sulit untuk diperoleh di masa yang akan datang, Deskruptif fishing merupakan kegiatan
yang paling bertanggung jawap atas hal ini, mencari nafkah adalah kewajiban
bagi setiap manusia karna menyangkut keberalanjutan hidup keluarga maupun
pelaku nelayan, namun menggunakan bom ikan bukanlah solusi, tapi malah
menimbulkan banyak masalah bagi kebutuhan banyak orang dan bagi generasi
sekarang dan yang akan datang, dalam hal ini perlu adanya tindakan khusus dari
pemerentah untuk mengani masalah ini sekaligus menawarkan solusi aman dengan
menyediakan lapangan pekerjaan sebagai sandaran baru bagi para nelayan.
Berdasarkan
uraian di atas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Respon masyarakat terhadap
dampak Penggunaan Bom Ikan oleh Nelayan di Desa Sangiang Kecamatan Wera
Kabupaten Bima”.
B. Identifikasi Masalah
1. Bahaya penggunaan bom ikan.
2. Dampak ekologis dan ekonomis
penggunaan bom ikan
3. Peran srta pemerintah dalam
menanggulangi dampak pengunaan bom ikan
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak penggunaan bom ikan oleh
nelayan?
2. bagaimana dampak penggunaan bom ikan secara
ekologis dan ekonomis?
3. Bagaimana peran serta pemerintah dalam menangani
penggunaan bom ikan?
D. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Untuk Mengetahui dampak penggunaan bom dalam
penangkapan ikan di lokasi penelitian.
2. Untuk mengetahui dampak penggunaan bom ikan
secara ekologis dan ekonomis.
3. Dan untuk mengetahui peran serta pemerintah
dalam menangani penggunaan bom ikan
E. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil
penelitian ini adalah:
1.
Manfaat teoritis
a. Peneliti dapat mengetahui lebih jauh lagi bagaimana dinamika
kehidupan masyarakat nelayan di Desa Sangiang
2.
Manfaat Praktis
a. Sebagai informasi bagi
masyarakat tentang bahaya penggunaan bom ikan dalam penangkapan ikan.
b. Sebagai informasi bagi instansi yang ada agar lebih berperan
aktif dalam upaya penyadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan bom ikan
dalam penangkapan ikan.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi Teori.
1.
Nelayan.
Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan/binatang
air lainnya dilaut. Secara umum nelayan dapat dikategorikan sebagai : nelayan
tetap, nelayan sambilan utama, nelayan sambilan tambahan, nelayan pengusaha,
maupun buruh nelayan dan biasanya bermukim didaerah pesisir sehingga sering
disebut sebagai masyarakat pesisir (Sari, 2004). Menurut Undang-undang (UU) No
31 tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencariannya
melakukan penangkapan ikan. Nelayan
adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan
ikan, binatang air lainnya atau tanaman air.
Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut
alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal, tidak dimasukkan
sebagai nelayan. Ahli mesin dan juru
masak yang bekerja di atas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan, walaupun
tidak secara langsung melakukan penangkapan.
Menurut Hermanto (2012), berdasarkan bagian yang diterima dalam
usaha penangkapan ikan, nelayan dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
a)
Juragan
darat adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan laut. Juragan darat
hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan.
b)
Juragan
laut adalah orang yang tidak punya perahu dan alat tangkap, tetapi bertanggung
jawab dalam operasi penangkapan ikan di laut.
c)
Juragan
darat-laut adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap sekaligus ikut
dalam operasi penangkapan ikan di laut.
Juragan darat-lautmenerima bagi hasil sebagai nelayan dan bagi hasil
sebagai pemilik unit penangkapan.
d)
Buruh atau
pandega adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi
sebagai anak buah kapal, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang
diberikan upah harian.
e)
Anggota
kelompok adalah orang yang berusaha pada suatu unit penangkapan secara
berkelompok. Perahu yang dioperasikannya
adalah perahu yang dibeli dari modal yang dikumpulkan oleh semua anggota
kelompok. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 mendefinisikan nelayan sebagai
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di
atas kapal penangkapan dikategorikan sebagai nelayan meskipun mereka tidak melakukan
kegiatan menangkap (Dirjen Perikanan Tangkap 2004).
Dengan demikian maka yang dimaksud dengan nelayan adalah semua
orang yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Selanjutnya berdasarkan
waktu yang dialokasikan untuk melakukan penangkapan ikan, nelayan dapat
diklasifikasikan dalam tiga kelompok yaitu:
a)
Nelayan
yang seluruh waktunya dialokasikan untuk melakukan penangkapan ikan, disebutkan
sebagai nelayan penuh
b)
Nelayan
yang sebagian besar waktunya dialokasikan untuk melakukan penangkapan ikan,
disebutkan sebagai nelayan sambilan utama.
Dalam kategori ini, nelayan dapat pula mempunyai pekerjaan lain
c)
Nelayan
yang sebagian kecil waktunya dialokasikan untuk melakukan penangkapan ikan,
disebutkan sebagai nelayan sambilan tambahan.
Dalam kategori ini, nelayan mempunyai pekerjaan pokok yang lain.
Sebagian besar nelayan di Desa Sangiang merupakan nelayan sambilan
utama dan nelayan sambilan tambahan, karena mereka mempunyai kebun, sehingga
pada saat panen tanaman pertanian, mereka
istirahat melaut.
Adapun Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan karang
umumnya bersifat pasif sehingga dibutuhkan suatu pemikat, agar ikan berenang
mendekati alat tangkap. Contoh pemikat
ini adalah umpan. Saat ini terdapat
berbagai jenis alat yang dapat digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang. Secara umum alat penangkap ikan tersebut
tergolong kedalam jenis bubu, muro ami dan teknik lain dengan
menggunakan peledak dan racun. Alat tangkap ikan yang merupakan salah satu
sarana pokok adalah penting dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
ikan secara optimal dan berkelanjutan.
Adapun jenis alat tangkap yang dominan digunakan, mencakup jaring
insang (gill net), rawai (longline), pukat cincin (purse seine)
dan jaring udang (trawl). Jaring insang merupakan alat tangkap yang
mempunyai besar mata jaring yang disesuaikan dengan sasaran ikan atau non-ikan
yang akan ditangkap. Ikan tertangkap
karena terjerat pada bagian tutup insangnya. Rawai merupakan
alat tangkap yang
berbentuk rangkaian tali temali panjang
yang bercabang-cabang dan
setiap ujung cabangnya
diikatkan sebuah mata pancing (hook) dengan berbagai ukuran.
Pukat cincin merupakan alat tangkap yang dilengkapi dengan cincin dan tali
kerut pada bagian bawah jaring, yang gunanya untuk menyatukan bagian bawah
jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali kerut tersebut ( Hayward, 1992;
Mulyanto, 2006; Subani dan Bares, 2009).
Pukat udang dari segi operasionalnya sama dengan pukat harimau
yang penggunaannya dilarang oleh pemerintah (Keppres No.39 tahun 1980), yang
membedakan adalah adanya tambahan alat pemisah ikan.
Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan Laut (2007),
dalam Dokumen Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bima (DKP
Kabupaten, 2008), potensi sumberdaya ikan
yang terdapat di perairan Kecamatan Wera cukup besar. Potensi lestari ikan pelagis diperkirakan 2.159
ton/tahun, dan ikan demersal sebesar 1.355 ton/tahun. Potensi ini merupakan salah satu aset
pemerintah daerah yang dapat memberikan manfaat bagi peningkatan taraf hidup
masyarakat setempat, dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bima sendiri.Sebagaimana
sebuah aset penting, potensi sumberdaya ikan yang ada perlu untuk selalu dijaga
keberadaannya. Menurut Darmawan (2001),
dalam pengelolaan sumber daya alam,
kegiatan penangkapan ikan merupakan kegiatan eksploitasi. Sebagai
kegiatan eksploitatif, penangkapan ikan hanya bertujuan mengambil
sumberdaya yang tersedia di alam.
Oleh sebab itu
kegiatan Penangkapan ikan harus memiliki beberapa pengaturan dan pembatasan
agar tidak menghancurkan sumberdaya yang ada.
Penggunaan bom dalam penangkapan ikan adalah merupakan salah satu cara
penangkapan yang sangat merusak dan juga ilegal di seluruh Indonesia.
2.
Bom Ikan
Bom
ikan adalah sebuah tehnologi
alternative nelayan dalam mendapat ikan dalam jumlah besar, Bom dikemas
menggunakan bubuk dalam wadah tertentu dan dipasangi sumbu untuk kemudian
dinyalakan dan dilemparkan ke dalam air.
Bom akan meledak dan memberikan guncangan fatal di sepanjang perairan,
yang dapat membunuh hampir semua biota laut yang ada di sekitarnya. Nelayan hanya mengumpulkan ikan konsumsi yang
berharga, tetapi banyak ikan dan hewan laut lainnya ditinggalkan dalam keadaan
mati di antara pecahan karang yang mungkin tidak dapat pulih kembali (Erdmann,
2004). Menurut Mukhtar (2007), penggunaan bahan peledak seperti bom dapat
memusnahkan biota dan merusak lingkungan. Penggunaannya di sekitar terumbu
karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada di
sekitar lokasi ledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan
merupakan sasaran penangkapan.
Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari pihak Kepolisian Resort Bima tindakan kriminal
penggunaan bom ikan masih terdapat di perairann Desa Sangiang.Penggunaan alat
tangkap yang merusak lingkungan ini dilakukan oleh nelayan-nelayan kecil untuk
memperbanyak hasil tangkapannya.Sayangnya aksi nelayan ini belum dapat dicegah
karena keterbatasan personil dan perlengkapan yang dimiliki, dibandingkan
dengan luas wilayah yang harus dijaga dan diawasi.Penggunaan bom dalam
penangkapan ikan di perairan Bima Kecamatan Wera khususnya di Desa Sangiang
sudah tentu dapat mengancam kelestarian dari potensi sumberdaya yang
ada.Potensi yang merupakan aset untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat bisa rusak, dan mungkin tidak dapat pulih kembali.
Penggunaan
bom dalam penangkapan ikan menyebabkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan di
laut, khususnya ekosistem terumbu karang.Desa Sangiang yang merupakan sebuah
bagian daerah yang memiliki areal perairan laut dalam wilayahnya, dan memiliki
kandungan sumberdaya ikan yang sangat besar, sudah tentu wajib menjaga dan
melestarikan sumberdaya tersebut untuk tetap lestari dan berkelanjutan.Penanganan
dan pemanfaatannya merupakan kewenangan daerah di wilayah laut sebagaimana
diamanatkan dalam pasal 10 UU 22/1999, dan pasal 18 UU 34/2004 yang mencakup
eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan laut sebatas wilayahnya.
Menurut
hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bima,
berbagai program telah dilaksanakan untuk dapat menggarap potensi yang ada,
seperti pengembangan alat penangkapan ikan, peningkatan SDM nelayan, penanganan
hasil tangkapan dan program-program lainnya yang dilakukan untuk dapat
meningkatkan peran serta nelayan dalam
memanfaatkan sumberdaya yang ada secara baik dan benar. Namun dalam kenyataannya, penggunaan bom oleh
nelayan dalam penangkapan ikan masih tetap ada di beberapa lokasi perairan
dalam wilayah kecamatan wera terutama di Desa Sagiang. Penggunaan bom oleh
nelayan setempat,bahkan semakin menjadi jadi dan masih banyak nelayan dengan
terang-terang membom ikan langsung didepan perairan Desa Sangiang, perlunya
ketegasan pihak pemerintahan dan kepolisian untuk menanganinya lebih cepat
sebelum ekosistem di Desa Sangiang tidak lenyap. Bahan baku yang mudah diperoleh, proses
perakitan yang sederhana, dan jumlah tangkapan yang lebih banyak dalam waktu
singkat, membuat masyarakat nelayan setempat melengkapi alat penangkapan
ikannya dengan bom.
Ancaman
resiko cacat dan kematian yang mungkin terjadi bisa diabaikan, pengalaman-pengalaman
yang tinggi dan rendahnya pengetahuan serta kemiskinan yang dialami oleh
nelayan, dapat menjadi pengaruh yang menyebabkan nelayan menggunakan alat
tangkap tersebut.Kondisi ini apabila tetap dilakukan oleh nelayan, bisa
berdampak buruk bagi kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya ikan yang ada di
perairan Desa Sangiang.
B.
Kerangka Berfikir
Desa Sangiang
Kecamatan Wera Kabupaten Bima memiliki potensi sumberdaya ikan yang cukup
besar. Potensi sumber daya ikan ini, terdiri dari beragam ikan
dan hewan laut yang bernilai ekonomis tinggi.
Kegiatan penangkapan ikan diperairan ini dilakukan dengan menggunakan
pancing ulur, jaring, dan berbagai alat tangkap lainnya, yang merupakan
jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan dan direkomendasikan untuk
digunakan diareal perairan. Disamping
alat tangkap ramah lingkungan tersebut, beberapa nelayan juga masih
menggunakan alat penangkapan ikan tidak ramah lingkungan (unfriendly
technology), seperti: bom ikan.
Fenomena yang menarik perhatian banyak pihak adalah penggunaan bom ikan
(blast fishing).
Tingkat
kerusakan penggunaan teknologi bom terhadap lingkungan perairan sangat
signifikan dan mempunyai resiko tinggi terhadap nelayan, namun kegiatan ini
masih tetap dilakukan bahkan dengan intensitas yang semakin tinggi. Sayangnya tidak ada data kuantitatif yang
akurat tentang isuini,
hanya secara kualitatif dirasakan keberadaannya pada beberapa nelayan yang
berada di Desa Sangiang. Sudah tentu
oleh masyarakat nelayan setempat memiliki alasan-alasan yang kuat dalam
penggunaan alat penangkapan yang merusak ini.
Oleh karena itu,
dilakukan analisis yang sistematis terhadap berbagai faktor yang diduga dapat
mempengaruhi penggunaan bom, seperti umur, pendidikan dan pendapatan. Seseorang
dikatakan miskin apabila belum mampu memenuhi kebutuhan fisik manusia, meliputi
papan, pangan dan sandang, mental spiritual (pendidikan) dan sosial. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut
ditentukan oleh tingkat pendapatan serta kemudahan dalam memperoleh materi
kebutuhan pokoknya (Muhsin, 1994).
Walaupun resiko yang dihadapi oleh
nelayan terbilang besar dalam menggunakan bom dalam penangkapan ikan, seperti
cacat parmanen dan kematian, namun demi memperjuangkan kehidupan yang lebih
baik, hal tersebut tetap masih dilakukan.
Untuk
mempermudah memahami fenomena
tersebut, maka dilakukan pengkajian sistematis terkait dengan penggunaan bom
dalam penangkapan ikan di Desa Sangiang. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat
menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak terkait, guna penanggulangan penangkapan ikan yang menggunakan bom agar
potensi sumberdaya ikan tetap lestari dan usahaPenangkapan ikan dapat berkelanjutan.
Aktifitas
nelayan dalam menangkap ikan.
|
alat yang di gunakan
|
Teknologi
tradisional
|
Bom ikan
|
Penggunaan
bom ikan
|
Dampak
|
Peran pemerintah
|
Ekologis
|
Ekonomis
|
Gambar
2.1. Bagan Kerangka Berpikir
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
penelitian.
Penelitian ini
adalah penelitian deskriptif yang menggunanakan pendekatan kualitatif Menurut Nasution
(dalam soerjono,2005: 19) metode penelitien deskriptif dalam kajian metodologi
penelitian selalu dikaitkan dengan persoalaan tujuan penelitian. Akan tetapi
tidak semua ahli metedologi penelitan menyatakan demekian. Menurut surahmad,
penelitan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa
sekarang. Meli G Tan (dalam Soerjono 2005: 22) mengatakan bahwa penelitian
deskriptif bertujuan menggambarkan secera tepat dan sifat-sifat suatu individu,
keadaan, gejala atau kelompok tertentu, sedangkan menurut Namawi (2011:64),
metode penelitian deskriptif mempunyai dua ciri pokok : (1). Memusatkan
perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian yang dilakukan,
saat sekarang atau masalah yang bersifat aktual. (2). Menggambarkan fakta-fakta tentng masalah-masalah yang diselidiki
sebagaimana adanya iringi dengan interprestasi rasional.
Dalam
penelitian ini, akan di gambarkan perilaku pencarian informasi berikut sumber dan
sarana-sarananya. Pembahasan penelitian ini disajikan dalam bentuk uraian
kata-kata (deskrifsi). Menurut Wilson (2000:19) peneliian kualitatif dianggap
tepat untuk megkaji perilaku pencarian informasi, karena:
1.
Tujuan
penelitian ini adalah mengungkapkan fakta kehidupan sehari-hari informan,
2.
Dengan
mengungkapkan yang ada fakta, peneliti dapat memahami kebutuhan yang mendorong
informan melakukan pencarian informasi,
3.
Dengan
menggali kebutuhan informasi informan, peneliti dapat memahami makna informsi
untuk kehidupan informan,
4.
Dengan
pengetahan-pengetahuan diatas, peneliti akan mampu memahami informan sebagai
pemakai informasi yang lebih baik.
Alasan
peneliti menggunaka jenis penelitian deskriptif kulitatif peneliti ingin
mendeskripsikan secara lebih terinci dan lebih mendalam tentang penggunaan bom
ikan oleh nelayan.
Adapun
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
karena penelitian dilakukan pada alam terbuka yang bersifat naturalis. Maka
dengan demikian data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah karangan
kalimat-kalimat serta informasi yang berkaitan dengan penggunaan bom ikan oleh
nelayan di Desa Sangiang Kecamatan Wera Kabupaten Bima. Mengingat bahwa data
yang dikumpulkan tersebut berupa dokumen tertulis, informasi, kejadian-kejadian
yang akan dianalisis maka dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Menurut
Sugiyono (2014) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi.
B.
Waktu dan Tempat
Penelitian
Waktu penelitian ini akan
dilakukan selama dua bulan Desember 2016 hingga bulan Februari 2017.
Penelitian
ini akan dilakukan pada satu desa yaitu: Desa sangiang, Penetapan lokasi ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa, di desa tersebut sering terjadi penangkapan menggunakan
racun dan bahan peledak (bom ikan) dalam kegiatan penangkapan ikan
C.
Populasi dan Sampel Penelitian
1.
Populasi Penelitian
Populasi adalah
keseluruhan objek yang menempati wilayah penelitian. Dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah masyarakat di Di Desa Sangiang Kecamatan Wera Kabupaten
Bima. Data
2.
Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Karena jumlah populasi tidak terbatas maka tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability
sampling. Dari jenis teknik non-probability sampling peneliti menggunakan
tehnik quota sampling yaitu metode pengambilan sampel yang mempunyai ciri-ciri
tertentu sesuai dengan jumlah kuota yang diinginkan. Jadi, dalam penelitian ini
peneliti menentukan jumlah responden yaitu sebesar 40 responden.
D.
Tekhnik
Pengumpulan Data
Adapun
tekhnik pengumpulan data yang di gunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
mencakup tiga tekhnik yaitu:
1.
Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan
dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua orang yaitu: pewawancara dan
yang di wawancarai (Moleong, 2004). Wawancara dilakukan
untuk mendapatkan informasi terkait tentang perilaku masyarakat nelayan dalam
menggunakan bom ikan sebagai mata pencaharian.
Eisterberg 1994 (dalam Sugiyono,
2013) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. a). Wawancara
terstruktur (struktured interview).Wawancara
terstruktur di gunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau
pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasiapa yang akan di
peroleh. b). Wawancara semiterstruktur
(semiterstrukture interview). Jenis
wawancara ini sudah termaksut dalam kategori in-dept interview, dimana pelaksanaan lebih bebas bila di
bandingkan dengan wawancara terstruktur.Tujuan dari wawancara ini adalah untuk
menemukan permaalahan secara lebuh terbuka, dimana pihak yang akan diwawancara
di minta pendapat dan ide-idenya. c). Wawancara
tak terstruktur (unstructured interview).
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneli tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang di gunakan hanya berupa
garis-garis besar permaalahan yang akan di tanyakan.
Adapun tehnik wawancara yang akan
di gunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah wawancara tidak
terstruktur dengan alasan peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang
akan di peroleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang di
ceritakan oleh responden, berdasarkan analisis setiap jawaban dari respnden
tersebut, maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang
lebih terarah pada suatu tujuan.
2.
Observasi
Observasi sebagai tekhnik pengumpulan
data mempunyai yang spesifik bila dibandingkan dengan tekhnik yang lain, yaitu
wawancara dan kuesioner. Jika wawancara selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak
terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
Hadi, 1986 (dalam Sugiyono, 2010), mengemukakan
bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan fsikologis. Dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Sanafiah faisal (1990)
mengklarifikasikan observasi menjadi observasi partisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan
dan tersamar (overt observation and cover
observation), dan observation yang tak terstruktur (unstructured observtion). 1. Observation partisipasi.Dalam observasi
ini peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang di
amati atau yang di gunakan sebagai sumber data peneliti.2, Observasi terus terang atau tersamar.Dalam hal ini, peneliti
dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data,
bahwa ia sedang melakukan penelitian. 3. Observasi
tak terstruktur. Observasi dalam
penelitian kualitatif di lakukan dengan tidak terstruktur, karena fokus
penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang selama kegiatan observasi
berlangsung..
Adapun dalam penelitian ini peneliti
menggunakan observasi parisipasi dengan alasan,sambil peneliti melakukan
pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang di lakukan oleh sumber data, dan
ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi pastisipasi ini, maka data yang
di peroleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna
dari setiap perilaku yang tampak.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data
atau mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan sebagainya (Arikunto, 2013).
Tentang menjelaskan proses
perilaku masyarakat pengguna bom ikan. Dokumentasi dimaksudkan sebagai
pendukung validitas data penelitian yang berkaitan dengan perilaku masyarakat.
Data yang didapatkan dari dokumentasi ini merupakan data sekunder untuk
melengkapi data primer yang di peroleh dari hasil observasi dan hasil wawancara
yang dilakukan secara langsung dari informan.
E.
Teknik Analisis
Data
Setelah peneliti memperoleh data
dan mengumpulkannya maka data tersebut perlu diolah dan dianalisis, tentunya
dengan menggunakan langkah-langkah atau tekhnik analisis data. Menurut Bogdan
sebagaimana dikutip Sugiyono (2010), analisa data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistimatis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dipahami dan tentunya dapat
diinformasikan kepada orang lain.
Dengan demikian maka dapat
dikatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistimatis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengelompokkan data-data tersebut sesuai dengan
klasifikasi masing-masing dan memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
atau orang lain.
Adapun langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini meliputi:
1.
Pengumpulan Data (Data Collection)
Dalam
penelitian data dikumpulkan dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Data atau temuan yang baik terwujud kata-kata atau angka dikumpulkan dan
dicatat. Data tersebut dalam penelitian ini jumlah relatif banyak kompleks dan
beragam. Untuk memperoleh data yang sesuai
dengan masalah yang teliti, peneliti menganalisis data pada saat pengumpulan data berlangsung, baik
pada tahap observasi dan wawancara. Pada saat wawancara, peneliti sudah
melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang
wawancarai setelah dianalisis terasa
belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan
pertanyaan lagi sampai tahap tertentu supaya diperoleh data yang
dianggap kredibel. Adapun data yang ingin dikumpulkan yaitu data-data yang
berkaitan dengan Perilaku masyarakat nelayan penggunaan bom ikan.
2.
Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang
yang tidak perlu supaya data yang telah diperoleh selama ini dilapangan dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
Dalam
penelitian ini, reduksi data dilakukan setelah peneliti mengadakan observasi,
wawancara sampai pada tahap dokumentasi. Sehubungan data-data yang terkumpul
dalam penelitian ini pertama-tama dipilih mana data yang sesuai dengan masalah penelitian dan mana yang tidak
sesuai. Data yang sesuai kemudian dipilih dan pilih dan kemudian difokuskan,
disederhanakan dan transformasikan kedalam catatan. Data
yang tidak sesuai dengan masalah peneliti disingkirkan agar tidak mengganggu
analisis. Proses reduksi dilakukan berulang-ulang untuk menghindari terjadinya
makna ganda. Adapun data yang reduksi yaitu
data mengenai Perilaku masyarakat.
3.
Penyajian Data (Data Display)
DataDisplay adalah proses penyajian data yang telah direduksi yang dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya (Sugiyono, 2009).
Dalam penelitian ini, data-data yang sudah direduksi disajikan dalam bentuk
uraian-uraian, tabel dan gambar. Penyajian data tersebut diupayakan sistimatis
untuk mudah memahami interaksi antar bagian dalam konteks yang utuh, bukan
segmental terlepas satu dengan yang lainnya. Data-data yang akan disusun secara
sistimatis tersebut terutama data mengenai Perilaku masyarakat. Akan diolah
kedalam bentuk angka dengan rumus sebagai berikut.
P=f/n x 100%
|
Keterangan :
|
P= Angka
presentase.
F= Frekuensi yang
sedang di cari presentasenya.
N= Namber Of Clases (jumlah frekuensi/banyaknya individu).
100%= Bilangan tetap.
|
Adapun
data hasil observasi dari kuensioner di hitung menggunakan MI (mean ideal) dan SDI (standar deviasi ideal) dengan
perhitungan sebagai berikut :
MI= ½ (skor maksimal
ideal + skor minimal ideal) dan SDI = 1/6 MI
Tabel 3.1 penggunaan bom
ikan oleh nelayan.
Interval
|
Kategori
|
MI+1SDI
– MI+3SDI
|
Positif
|
MI
– 1SDI – MI+1SDI
|
Sedang
|
MI-3
SDI – MI+1 SDI
|
Negative
|
(sumber ; nurkencana (1986)
dalam sahuni (2015)
4.
Penarikan kesimpulan
Penarikan
keimpulan dilakukan selama sebelum dan sesudah penelitian. Penarikan kesimpulan
tersebut berdasarkan fenomena dan pola-pola hubungan antar fenomena. Jika belum
ditemukan atau belum jelas hubungan yang terjadi antara fenomena yang akan disimpulkan maka
peneliti kembali kelapangan mengadakan klarifikasi melalui vertifikasi data.
Teknik
Analisis Data
|
Pengumpulan
Data
|
Reduksi
Data
|
Penyajian
data
|
Penarikan
Kesimpulan
|